“Mustahil, semua orang menyukai apa yang kita
lakukan. Yang penting, terus saja berbuat kebaikan karena setiap perbuatan
pasti akan kembali kepada pembuatnya…”
Ada sebuah kisah
menarik yang saya dapatkan ketika mengikuti sebuah kajian. Suatu saat, ada
seorang ayah dan anaknya hendak musafir ke suatu tempat. Tempat itu begitu
jauh, sehingga mereka mempersiapkan bekal yang lumayan banyak. Namun, ada satu
masalah yaitu mereka cuma mempunyai seekor keledai kurus, yang tidak mungkin
mengangkut mereka semua.
Karena sikap takzim
anak terhadap ayahnya, sang anak mempersilahkan ayahnya untuk menaiki keledai
bersama barang-barang yang mereka bawa. Kemudian anak itu mengikuti mereka di
samping dengan berjalan kaki. Tibalah mereka di suatu kampung, di mana mereka
bertemu orang-orang yang berada di kampung tersebut. Ketika melihat mereka,
orang-orang banyak sekali yang mencibir mereka dan berkata, ‘Dasar Ayah tidak
tahu malu. Enak-enakan di atas keledai sementara anaknya dibiarkan
berlelah-lelah jalan kaki.’
Ketika Ayah beranak
itu hendak meninggalkan kampung tersebut demi melanjutkan perjalanannya, sang
Ayah berkata dengan sikap yang penuh rasa sayang, ‘Anakku, silahkan engkau
naiki keledai ini. Ayah akan berjalan di sampingmu sampai tempat tujuan kita.’
Lalu merekapun melanjutkan perjalanan hingga sampai kembali ke suatu kampung.
Merekapun kembali mendapatkan cibiran dan perkataan-perkataan yang tidak
menyenangkan. ‘Lihatlah mereka. Dasar anak tidak tahu diri, membiarkan ayahnya
yang tua berjalan sementara ia berada di atas keledai.’
‘Ayah, bagaimana
ini..? Apa yang harus kita lakukan..?’ anak itu bertanya kepada ayahnya ketika
mereka hendak melanjutkan perjalanan menuju kampung berikutnya. ‘Baiklah, kita
semua akan menaiki keledai ini.’ Dengan berjalan tertatih karena kelebihan
beban, merekapun melanjutkan perjalanan. Hingga mereka tiba kembali di suatu
kampung untuk beristirahat. Dari jauh sebelum mereka sampai, orang-orang yang
melihat mereka sudah menghina, mencaci mereka. ‘Aduh, sungguh keledai yang
malang. Berada di bawah kekuasaan tuan-tuan mereka yang pemalas dan tidak
berbelas kasihan. Sudah kurus mungkin karena kekurangan makan. Sekarang disiksa
dengan mengangkut beban yang berlebihan.’ Merekapun kembali mendapatkan
komentar yang merendahkan.
Pada perjalanan
selanjutnya, mereka memutuskan untuk tidak menaiki keledai yang mereka punya.
Mereka pun rela menempuh perjalanan bermil-mil dengan berjalan kaki. Akhirnya,
setelah memakan waktu yang cukup lama mereka sampai juga di kampung yang
dituju. Orang-orang yang melihat mereka heran, kenapa mereka tidak memanfaatkan
keledai yang mereka punya untuk ditunggangi. Dan merekapun kembali mendapatkan
cibiran dan hinaan, ‘Inilah manusia yang paling tidak bersyukur. Diberi
kemudahan tetapi tidak memanfaatkannya malah menyiksa diri sendiri dengan
berjalan kaki ratusan mil.’
Sahabat sekalian,
kadang dalam hidup kita menemui situasi seperti ini. Senantiasa dihina,
disindir, dikomentari. Tidak jarang, niat baik dan ketulusan hati kita dinilai
salah oleh orang lain. Bukan ucapan terima kasih, apalagi pujian yang kita
terima melainkan rasa ketidaksukaan dan perlakuan yang tidak menyenangkan. Tidak
jarang peristiwa ini menguras energi, pikiran dan waktu kita karena kesal,
sedih, dendam terhadap orang yang berbuat demikian kepada kita. Yang lebih
parah, bisa saja semua ini membuat kita kehilangan motivasi, semangat, sehingga
ujung-ujungnya kita sendiri yang akan merugi. Yah, mungkin inilah resiko
terbesar karena kita bergaul di lingkungan manusia, makhluk yang memang senang
berkomentar, sibuk mencari kekurangan orang lain daripada melihat kekurangan
diri.
Lalu
bagaimana agar kita dapat menjaga motivasi untuk senantiasa berbuat kebaikan..?
1.
Kita harus senantiasa siap.
Siap apa..? Siap menerima segala komentar yang cocok maupun yang tidak cocok dengan keinginan kita. Secara manusiawi, kita lebih senang mendapat pujian ataupun penghargaan. Namun, kita juga harus sadar bahwa mustahil semua orang akan menyukai perbuatan kita. Apapun yang kita perbuat, pasti ada yang suka dan tidak. Itu sudah menjadi sunnatulloh, ketentuan dari Alloh. Kita bisa lihat bukti nyata sehari-hari di tv, koran, kehidupan keluarga kita, ataupun keadaan kantor kita. Pasti ada saja pro dan kontra yang terjadi. Jadi wajar, kalau kebaikan yang kita lakukan dinilai salah dan buruk oleh orang lain. Nabi Muhammad saw, seorang manusia sempurna yang dijaga dirinya oleh Alloh masih menerima hinaan, ketidaksukaan. Kenapa kita yang hina betulan tidak siap menerimanya..?
Siap apa..? Siap menerima segala komentar yang cocok maupun yang tidak cocok dengan keinginan kita. Secara manusiawi, kita lebih senang mendapat pujian ataupun penghargaan. Namun, kita juga harus sadar bahwa mustahil semua orang akan menyukai perbuatan kita. Apapun yang kita perbuat, pasti ada yang suka dan tidak. Itu sudah menjadi sunnatulloh, ketentuan dari Alloh. Kita bisa lihat bukti nyata sehari-hari di tv, koran, kehidupan keluarga kita, ataupun keadaan kantor kita. Pasti ada saja pro dan kontra yang terjadi. Jadi wajar, kalau kebaikan yang kita lakukan dinilai salah dan buruk oleh orang lain. Nabi Muhammad saw, seorang manusia sempurna yang dijaga dirinya oleh Alloh masih menerima hinaan, ketidaksukaan. Kenapa kita yang hina betulan tidak siap menerimanya..?
2.
Jadikan sarana untuk evaluasi diri.
Yakinkan, apapun yang terjadi adalah atas ijin Alloh swt. Tidak ada suatu peristiwa apapun yang terjadi dengan kebetulan, melainkan sudah terhitung secara cermat oleh Alloh untuk kebaikan kita. Apakah hinaan, cibiran, kritikan orang lain menjadikan diri kita hina..? Tentu tidak, bahkan kita seharusnya beruntung karena hinaan, kritikan, perlakuan mereka bisa kita jadikan sarana untuk evaluasi dan memperbaiki diri. Orang bisa menghina, kita bisa memafkan. Orang bisa mengkritik, kita membalas dengan bukti nyata kebaikan. Tidak akan pernah rugi orang yang senantiasa mengevaluasi dan memperbaiki diri.
Yakinkan, apapun yang terjadi adalah atas ijin Alloh swt. Tidak ada suatu peristiwa apapun yang terjadi dengan kebetulan, melainkan sudah terhitung secara cermat oleh Alloh untuk kebaikan kita. Apakah hinaan, cibiran, kritikan orang lain menjadikan diri kita hina..? Tentu tidak, bahkan kita seharusnya beruntung karena hinaan, kritikan, perlakuan mereka bisa kita jadikan sarana untuk evaluasi dan memperbaiki diri. Orang bisa menghina, kita bisa memafkan. Orang bisa mengkritik, kita membalas dengan bukti nyata kebaikan. Tidak akan pernah rugi orang yang senantiasa mengevaluasi dan memperbaiki diri.
3.
Rubah orientasi dunia menjadi orientasi akhirat, rubah orientasi kepada makhluk
menjadi kepada sang Khalik.
Salah satu faktor kita mengalami stress karena omongan orang adalah karena kita sibuk berbuat sesuatu karena ingin dipuji makhluk. Sehingga pada akhirnya jika kita tidak mendapatkannya akan kecewa. Berdandan, melayani suami hanya karena ingin dibilang cantik, menuntut ilmu agar dibilang pandai, bersedekah agar mendapat gelar dermawan, berjihad di medan perang hanya agar disebut pahlawan. Padahal, ketika ini semua adalah tujuan kita (yaitu mendapatkan sesuatu dari makhluk), maka potensi sakit hati dan kecewa yang akan kita dapatkan akan lebih besar. Ada sebuah syair yang berbunyi :
Barang siapa, Alloh tujuannya.. Niscaya dunia, akan melayaninya..
Namun siapa, dunia tujuannya.. Niscaya kan letih, dan pasti sengsara..
Diperbudak dunia, hingga akhir masa..
Salah satu faktor kita mengalami stress karena omongan orang adalah karena kita sibuk berbuat sesuatu karena ingin dipuji makhluk. Sehingga pada akhirnya jika kita tidak mendapatkannya akan kecewa. Berdandan, melayani suami hanya karena ingin dibilang cantik, menuntut ilmu agar dibilang pandai, bersedekah agar mendapat gelar dermawan, berjihad di medan perang hanya agar disebut pahlawan. Padahal, ketika ini semua adalah tujuan kita (yaitu mendapatkan sesuatu dari makhluk), maka potensi sakit hati dan kecewa yang akan kita dapatkan akan lebih besar. Ada sebuah syair yang berbunyi :
Barang siapa, Alloh tujuannya.. Niscaya dunia, akan melayaninya..
Namun siapa, dunia tujuannya.. Niscaya kan letih, dan pasti sengsara..
Diperbudak dunia, hingga akhir masa..
Nah, sahabat
sekalian.. Ada baiknya mulai sekarang marilah kita coba rubah semua orientasi
kita hanya untuk mendapatkan Ridho Alloh swt. Tidak ada alasan bagi kita untuk
berhenti, kehilangan semangat dalam berbuat kebaikan karena yakin Alloh Maha
Melihat dan Menyaksikan perbuatan kita. Cukup hanya Alloh-lah tujuan kita dan
sebaik-baik pemberi balasan. “Barang siapa berbuat kebaikan walaupun sebesar
biji sawi, niscaya ia akan melihat balasannya. Dan barang siapa yang berbuat
keburukan walaupun sebesar biji sawi, ia juga niscaya akan mendapatkan
balasannya.”
Semoga bermanfaat, dan
tetap Istiqomah..
Salam penulis : -anto-
No comments:
Post a Comment